Kamis, 12 Mei 2016

Total Sintesis : Epotilon

Epotilon adalah suatu makrosiklik lakton kelas baru yang menarik oleh karena daya aktivasinya sebagai anti kanker. Senyawa makrolida ini diisolasi pertama kali oleh kelompok Höfle dari Myxobacterium Sorangium cellulosum strain 90 yang diambil dari Sungai Zambezi Afrika Selatan. Berbagai uji biokimia mengunkapkan bahwa epotilon lebih potensial dibandingkan taksol dengan efek samping lebih kecil. Setelah konfigurasi absolut epotilon A (I) dan B (2) dipublikasikan oleh Höfle, dan kawan-kawan, total sintesis epotilon dan turunanya secara intensif telah dilakukan. Publikasi pertama sintetis epotilon total oleh Danishefsky dan kawan-kawan, diikuti oleh Nicolou dan kawan-kawan, dan Shinzer dan kawan-kawan. Meskipun masing-masing kelompok mempunyai strategi tersendiri, ketiga kelompok tersebut menggunakan reaksi-reaksi olefin-metatesis, makrolaktonisasi, dan aldol sebagai reaksi-reaksi penyambung.
Berikut merupakan struktur-struktur epotilon A, B, C, D, E, dan F :

Nama epotilon tersusun dari unit-unit yang terdapat didalamnya, yaitu: epoksida, tiazol, dan keton. Epotilon pertama kali ditemukan oleh ilmuan kelompok penelitian bioteknologi (GBF) Braunschweig yang dipimpin oleh ahli mikrobiologi Hans Reichenbach dan ahli kimia Gerhard Höfle. Epotilon diisolasi dari ekstrak jaringan jenis Mycobakterium Sorangium Sellulosum So ce 90 yang pertama kali ditemukan pada tahun 1985 di tepi dasar sungai Sambesi, Afrika Selatan. Ekstrak jaringan dari Mycobakterium ini memperlihatkan aktivitas biologi dalam tes skrining yang sesuai. Struktur-struktur molekul epotilon telah ditetapkan dengan metode spektroskopi dan analisis kristalografi sinar-X.

Salah satu fenomena yang menarik adalah ternyata bahwa walaupun epotilon dan taksol mempunyai struktur yang berbeda, namun epotilon mengikat mikrotubulin pada tempat yang sama, dan bahkan dapat menggantikan taksol pada daerah ikatannya. Pada Tubulin assay’s menunjukkan bahwa epotilon A (1) aktifitasnya sama dengan paklitaksel, tetapi epotilon B (2) ternyata lebih aktif 2000-5000 kali. Sejak penemuan mekanisme aktivitas taksol, hampir 20 tahun yang lalu, epotilon merupakan bahan pertama yang memperlihatkan efek stabilisasi mikrotubulin yang sama, walaupun telah dilakukan penelitian secara intensif. Perusahaan Merck telah menyelidiki aktifitas epotilon dan taksol pada tubulin dan mikrotubulin dan memperlihatkan bahwa terjadinya polimerisasi menurun dari urutan berikut ini: epotilon B (2) > epotilon A (1) > taksol.

Suatu penelitian dari Altmann,dkk. (2000) terhadap aktivitas epotilon sebagai anti-proliferatif memperlihatkan bahwa epotilon merupakan zat penghambat yang kuat untuk pertumbuhan sel pada berbagai macam sel kanker manusia. Epotilon B (2) bekerja lebih kuat daripada paklitaksel (6-25 lipat) dan epotilon A (1) yang juga mempunyai aktifitas yang luar biasa. Epotilon kemampuannya lebih unggul mencegah pembiakan sel kanker manusia daripada paklitaksel. Umumnya, epotilon dapat digunakan sebagai obat kanker biasa sekalipun sel-sel kanker itu telah resisten. Aktifitasnya terhadap sel-sel kanker dan tumor sebagai obat yang konstan menunjukkan bahwa epotilon memberi arti sebagai klinik yang potensial dimasa mendatang.

HUBUNGAN STRUKTUR DAN AKTIFITAS EPOTILON
Pada awal penelitian mengenai epotilon, tidak diketahui bagian mana di dalam molekul yang relefan dan bagian mana yang tidak relefan dengan aktivitas biologisnya. Setelah ratusan turunan epotilon disintesis dengan waktu yang relatif tidak lama, berikut aktifitasnya, dapat dijelaskan hubungan antara struktur epotilon dan aktifitas biologisnya. Gambar berikut menjelaskan suatu iktisar hubungan struktur dan aktifitas epotilon yang berasal dari data publikasi. Di dalam struktur epotilon dapat ditemukan empat daerah yang sangat berguna sehubungan dengan aktifitas biologisnya.
Setelah konfigurasi absolut epotilon A (1) dan B (2) dipublikasikan oleh Höfle, dkk., maka dimulailah suatu aktivitas penelitian yang intensif terhadap sintesis total epotilon dan turunannya. Sintesis total pertama dari epotilon A dipublikasikan oleh Danishefsky pada 1996 yang diikuti kedua kelompok lainnya setelah beberapa minggu kemudian, yaitu kelompok Nicolaou dan kelompok Schinzer. Pada tahun 1977 Danishefsky juga berhasil melakukan sintesis total epotilon B (2). Sintesis epotilon juga telah dilakukan oleh Mulzer, et al., Bijoy, et al., Carreira, E. M., et al., Thomas, et al. dan Ermolenko, et al.

STRATEGI SINTESIS EPOTILON DARI SCHINZER, D.

Schinzer, D., dkk menguraikan strateginya yang lebih konvergen, yang dibangun dari tiga unit-unit struktur 61, 62 dan 63 melalui reaksi aldol, esterifikasi atau makrolaktonisasi, dan olefin metatesis-epoksidasi. Oleh karena itu, dapat dibedakan berbagai strategi Schinzer, terutama urutan penyambungan A, B dan C, sementara itu unit strukturnya disintesis dengan metodenya sendiri.

Pada sintesis total epotilon A (1), segmen etil keton 61 diperoleh dari suatu allilasi Brown, dan 1,3-propanadiol 64 digunakan sebagai zat awal. Selanjutnya, dilakukan proteksi diol sebagai asetonid, ozonolisis ikatan rangkap dua penambahan dua atom C dengan etilmagnesiumbromida dan oksidasi dengan menggunakan TPAP/NMO 61. Sintesis etil keton 61 yang stereoselektif ini dirakit dari aldehida 70 dan (S)-HYTRA [(S)-(-)-2-hidroksi-1,2,2-trifenilasetat] 71 sebagai pengarah (auxiliar) melalui reaksi aldol. Aldolproduk 72 yang diperoleh memiliki kemurrnian optik yang sangat tinggi (96% de). Aldehida 70 diperoleh dari etil-α-bromo-isobutirat 68 melalui empat tahapan reaksi. Perubahan α-bromo-isobutirat 68 menjadi ester 69 berhasil dilakukan dengan menambahkan 3-pentanon melalui reaksi Reformatsky. Eliminasi ester 69, reduksi produk ester dengan LAH dan oksidasi alkohol dengan DMSO menghasilkan aldehida 70. Diol 73 diproteksi sebagai asetonid dan ozonolisis ikatan ganda memberikan etil keton 61 dalam bentuk kristal.

Berikut merupakan strategi sintesis dari Schinzer, dkk.

Berikut merupakan sintesis unit struktur 61 dari Schinzer, dkk.
Dalam sintesis 63a, 63b dan 63c digunakan strategi yang berbeda-beda. ε-Kaprolakton 74 dibuka pada kondisi basa, alkohol diproteksi dengan TBDMS, kemudian direaksikan dengan molekul Auxiliar-Evans (4S)-4-isopropil-2-oksazilidinon. Metilasi diastereoselektif oksazolidinon 75, reduksi dengan LAH, kemudian diikuti dengan oksidasi-Swern memberikan aldehid 63a.
Sintesis yang efisien untuk struktur 63b dan 63c dimulai dengan senyawa 76 atau 77. Melalui allilasi diastereoselektif, reduksi, proteksi gugus, hidroboronasi-iodinasi dan pelepasan oksazolidinon diperoleh aldehid 63b atau 63c.

Berikut merupakan Sintesis unit struktur 61 kedua dari Schinzer, dkk.


Berikut merupakan Sintesis unit struktur 63a dari Schinzer, dkk.
Sintesis fragmen tiazol 62 dimulai dengan aldehid 65 atau (S)-asam maleat. Metode pertama adalah gugus propenil diperoleh melalui reaksi-Grignard dan alkohol yang diinginkan diperoleh melalui pemisahan rasemat-Sharpless dengan kemurnian enantiomer 80%. Metil keton 75 diperoleh melalui proteksi gugus dan pembentukan ikatan ganda yang oksidatif. Tiazolfosfonat 76 direaksikan dengam metil keton 75 pada kondisi Wittig-Horner-Emmons. Selanjutnya, dilakukan deproteksi gugus TBS dengan menambahkan HF dalam asetonitril dan alkohol diosidasi dengan pereaksi Dess-Martin-Periodinan. Pembentukan ikatan ganda alilik melalui reaksi-Wittig dan deproteksi gugus memberikan unit struktur 62.
Metode alternatif untuk sintesis unit struktur 62 diperoleh dari senyawa 77, yang dirakit melalui reduksi-Boran dan siklisasi dengan katalisator asam lakton. Setelah sililasi adisi metillitium dan setelah dilakukan sililasi baru diperoleh suatu keton, yang dirakit melalui transformasi senyawa 78. Akhirnya, reaksi Wittig memberikan segmen tiazol 62b.
Melalui strategi olefin metatesis untuk sintesis total epotilon dari Schinzer, dkk.,. pertama-tama segmen 61 dan 63 digabung melalui reaksi aldol (B). Ini berasal dari asetonid 61 yang enolatnya bereaksi pada –78 °C dengan aldehid 63 dan memberikan produk aldol 85a dan 85b, kemudian diesterifikasi dengan fragmen tiazol 62a menjadi senyawa prametatesis 87a atau 87b (C). Penutupan lingkar dilakukan dengan reaksi olefin-metatesis (A) dengan katalisator Grubbs 21 dan diperoleh senyawa 88a atau 88b. Deproteksi gugus dari isomer-Z memberikan epotilon C (3) atau D (4), yang kemudian diepoksidasi membentuk epotilon A (1) dan B (2) sebagai akhir dari total sintesis epotilon dari Schinzer.

Berikut Merupakan Sintesis unit struktur 63b dan 63c dari Schinzer, dkk.

Gambar Sintesis fragmen tiazol 62a dari Schinzer, dkk:

Gambar Sintesis fragmen tiazol 62b dari Schinzer, dkk:


Gambar Sintesis total Schinzer untuk epotilon A (1) dan B (2) melalui metatesis-olefin :


Strategi makrolaktonisasi sintesis epotilon dari Schinzer pertama-tama dilakukan penggabungan unit struktur 62b dan 63c dengan menggunakan katalisator-Palladium (A). Deproteksi gugus dan oksidasi dengan pereaksi Dess-Martin-Periodinan memberikan aldehid 89, yang dengan etil keton 61 Reaksi ini menghasilkan isomer-syn anti-Felkin 90 sebagai produk utama (9:1) dengan rendemen 94%. Setelah deproteksi gugus dan trisililasi triol, penutupan lingkar dilakukan melalui makrolaktonisasi membentuk epotilon B (2).

Gambar Strategi makrolaktonisasi yang konvergen untuk sintesis epotilon B (2) oleh Schinzer, dkk :



Sumber : 
Muharram. 2009. Strategi Sintesis Total Senyawa Epotilon: Suatu Senyawa Aktif Baru Yang Potensial Sebagai Anti-Kanker. Jurnal Chemica. (10) 48-65.



Kamis, 05 Mei 2016

Sintesis Organik : Total Syntesis Cortisone

Kortison atau hidrokortison adalah hormon  kortikosteroid yang terdapat dalam tubuh manusia yang dihasilkan oleh Zona fasciculata dan Zona reticularis dari korteks adrenal.

Kortison merupakan hormon yang sangat penting yang sering disebut dengan stress hormon, karena dapat meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan kadar gula darah. Kortison juga bersifat menekan imunitas, anti peradangan dan anti alergi dan merupakan suatu imunosupresan. Pada farmakologi, bentuk sintesis dari kortison disebut juga hydrocorticone, dan digunakan sebagai anti alergi, anti inflamasi dan sebagai suplemen pengganti vitamin (difesiensi). Juga digunakan sebagai pengobatan rematik arthritis (rheumatoid arthritis).
Berikut merupakan struktur dari cortisone :
Banyak peneliti berupaya untuk mensintesis senyawa ini karena beberapa alasan, salah satunya adalah minimalnya kortison yang disintesis oleh tubuh dan adanya nyeri berkepanjangan. Berikut ini adalah mekanisme sintesis kortison yang terdiri dari beberapa tahap :
  • Tahap I
Pada tahap ini, terjadi reaksi diels alder antara alkena dengan suatu diena membentuk senyawa siklik (cincin D) selanjutnya terjadi reaksi reduksi oleh LiAlH4 sehingga gugus keton berubah menjadi OH. Mekanismenya adalah sebgai berikut :


  • Tahap II
Pada tahap ini terjadi reaksi kondensasi aldol menggunakan reagen 1-pentena-3-on sehingga terbentuk siklik (cincin B) dan selanjutnya terjadi reaksi  osimilasi dengan menggunakan OsO4 yang mengadisi ikatan rangkap pada alkena dan membentuk diol. mekanismenya sebagai berikut :


  • Tahap III

Pada tahap ini, ditambahkan aseton yang berfungsi untuk membentuk gugus pelindung ketoester yang berfungsi melindungi gugus OH pada cincin D agar tidak bereaksi dengan reagen yang ditambahkan, mekanismenya sebagai berikut :


  • Tahap IV

Pada tahap ini senyawa yang sudah dihasilkan direaksikan dengan gas H2 dengan katalis Paladium (Pd) yang berfungsi untuk mengadisi ikatan rangkap pada cincin C, mekanismenya adalah sebagai berikut :


  • Tahap V

Pada tahap ini, terjadi reaksi kondensasi aldol dengan menggunakan reagen 1-butena-3-on sehingga terbentuk siklik (cincin A), mekanismenya adalah sebagai berikut :


  • Tahap VI

Selanjutnya pada tahap ini, senyawa yang dihasilkan dioksidasi membentuk asam karboksilat (pada cincin A), mekanismenya sebagai berikut :


  • Tahap VII

Pada tahap ini, senyawa yang dihasilkan direduksi membentuk alkohol (pada cincin A),yang selanjutnya alkohol yang terbentuk akan terdelokalisasi ke cincin C,  mekanismenya sebagai berikut :


  • Tahap VIII

Pada tahap ini, ditambahkan reagen HCl/MeOH yang berfungsi melepaskan gugus pelindung ketoester sehingga membentuk gugus pelindung awal (OH), yang selanjutnya terjadi delokalisasi, mekanismenya adalah sebagai berikut :


  • Tahap IX

Pada tahap ini, senyawa yang dihasilkan dioksidasi untuk mengubah OH menjadi keton dan menyebabkan karbon pada cincin D menjadi suatu karbokation, yang selanjutnya akan direaksikan dengan H2O sehingga OH menyerang karbokation pada cincin D sehingga terbentuk lah senyawa kortison yang diinginkan, mekanismenya adalah sebagai berikut :




Kamis, 28 April 2016

Sintesis Organik : Total Sintesis Mitomycin

Total sintesis adalah proses sintesis suatu senyawa organik kompleks khususnya senyawa bahan alam, dengan menggunakan senyawa sederhana yang ada didalam laboratorium.
Sedangkan mitomycin merupakan keluarga produk alami mengandung aziridine yang diisolasi dari Streptomyces caespitosus. Secara umum, biosintesis semua mitomycin melalui hasil kombinasi 3-amino-5-hidroksibenzoat asam (AHBA), D-glukosamin, dan karbamoil fosfat, untuk membentun inti mitosane, diikuti dengan langkah-langkah tertentu. Kunci menengah, AHBA, adalah prekursor umum untuk obat anti kanker lainnya, asrifamycin dan ansamycin. Dalam subtilis bakteri Bacillus, mitomycin C menginduksi kompetisi untuk transformasi, trasformasi alam adalah proses transfer DNA antara sel-sel, dan dianggap sebagai bentuk interaksi seksual bakteri.
Berikut merupakan struktur dari mitomycin A dan C :

Proses diskoneksi suatu senyawa mitomycin A dapat dilihat pada gambar 2.


Gambar 2. Proses dikoneksi mitomycin A       

     Gambar 2 merupakan proses diskoneksi dari hasil proses dikoneksi tersebut kelihatannya material start yang cocok untuk mensintesis mitomycin A adalah suatu para dimetoksi toluena (p-dimetoksitoluena). untuk mempermudah memahaminya dapat dilihat pada gambar 3. material start


Gambar 3. material start
    Dari material start tersebut lah kita dapat mensintesis suatu mitomycin A.

Rabu, 20 April 2016

Sintesis Organik : Gugus Pelindung Amina

Amina adalah turunan organik dari ammonia dimana satu atau lebih atom hidrogen pada nitrogen telah tergantikan oleh gugus alkil atau aril. Karena itu amina memiliki sifat mirip dengan ammonia seperti alkohol dan eter terhadap air. 
Seperti alkohol,amina bisa diklasifikasikan sebagai primer, sekunder dan tersier. Meski demikian dasar dari pengkategoriannya berbeda dari alkohol. Alkohol diklasifikasikan dengan jumlah gugus non hidrogen yang terikat pada kaebon yang mengandung hidroksil., namun amina diklasifikasikan dengan jumlah gugus nonhidrogen yang terikat langsung pada atom nitrogen.
Berikut merupakan tabel gugus pelindung dari amina :
contohnya :
p-toluenasulfonil (Ts) gugus dari N-arilsulfonilkarbamat dan N-acylsulfonamides dapat dihapus dengan menggunakan magnesium dalam anhidrat metanol dalam kondisi ultrasonik.
Gugus amino dapat dilindungi dengan membentuk sulfonil nya [seperti arilsulfonil atau 2 -(trimetilsilil) etil sulfonil], sulfenil dan turunannya silil. 2-atau 4-nitrofenilsulfonamida turunan dari asam amino yang berguna untuk substrat mono-N-alkilasi hanya menggunakan karbonat cesium (Cs2CO3) sebagai basis. Kelompok sulfonamide dapat dihapus dalam 1,89 oleh kalium fenil tiolat (PhSH dan K2CO3) dalam asetonitril untuk memberikan N-teralkilasi esterα-amino 1.90 dan reaksi terjadi tanpa raseminasi.

Kamis, 14 April 2016

Sintesis Organik : Gugus Pelindung Alkohol

Dalam sintesis masalah kemoselektivitas seringkali ditemukan. Misalkan, molekul yang akan direaksikan mengandung dua gugus fungsi yang reaktif padahal kita hanya menginginkan salah satu dari kedua gugus fungsi tersebut yang bereaksi. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menggunakan gugus pelindung.
Gugus pelindung adalah gugus fungsi yang digunakan untuk melindungi gugus tertentu supaya tidak ikut bereaksi dengan pereaksi atau pelarut selama proses sintesis.
Deproteksi adalah penghilangan atau reduksi gugus pelindung menjadi gugus fungsi awal yang dilindungi.
Gugus pelindung yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  1. mudah dimasukkan dan mudah dihilangkan.
  2. resisten terhadap reagen yang akan menyerang gugus fungsional yang tidak terlindungi.
  3. sedapat mungkin resisten terhadap berbagai macam varietas reagen.
Gugus pelindung alkohol adalah gugus fungsi yang berfungsi untuk melindungi suatu gugus alkohol supaya tidak ikut bereaksi selama proses sintesis. Berikut merupakan contoh sintesis alkohol dari keto ester :
Apabila molekul mengandung beberapa gugus fungsional yang mirip, mungkin perlu dilindungi dengan cara yang berbeda, sehingga mereka dapat dihilangkan dengan kondisi yang berbeda-beda.

 Penghilangan gugus pelindung dapat terjadi karena :
1.      Solvolisis dasar penguraian oleh pelarut ; Contoh : Hidrolisis, Alkoholisis
2.      Hidrogenolisis
3.      Logam berat
4.      Ion fluoride
5.      Fotolitik
6.      Asam / basa
7.      Elektrolisis
8.      Eliminasi reduktif
9.      β-eliminasi
10.  Oksidasi
11.  Substitusi nukleofilik
12.  Katalisis logam transisi
13.  Enzim








Minggu, 21 Februari 2016

Penentuan Ni Dalam Ferronikel Secara Gravimetri

Percobaan V
Penentuan Ni Dalam Ferronikel Secara Gravimetri

I.                   Tujuan
·         Menetukan nikel secara alami dengan gravimetri.
·         Menetukan Mg2+  dalam air dan timbal
·         Menetukan klorida terlarutr secara gravimetri

II.                Teori
                  Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsure atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsure atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti.                                                                                                                   (Khopkar,1990).
                  Pada gravimetri agar hasil analisa dianggap baik dan benar maka ada bebrapa factor yang harus diperhatikan, antara lain : kesempurnaan pengendapan, kemurnian endapan, dan susunan endapan. Endapan murni adalah endapan yang bersih yang artinya tidak mengandung molekul-molekul lain yang biasanya disebut sebagai pengotor. Kesempurnaan pengendapan adalah pengendapan diusahakan sesempurna mungkin, oleh karena itu kelarutan endapan harus dibuat sekecil mungkin. Kelebihan terpenting dari Analisa Gravimetri dibandingkan Analisa Titrimetri adalah bahwa bahan penyusun zat telah diisolasi dan jika perlu dapat diselidiki terhadap ada atau tidaknya zat pengotor dan diadakan koreksi, sedangkan kekurangan dari Metode Gravimetri ini, umumnya lebih memakan waktu                                                                                                  (Svehla, G, 1990).

                  Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsur-unsur yang menyusunnya. Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan beberapa cara, seperti: metode penguapan, metode elektroanalisis, atau berbagai macam metode lainnya.
                                                                              (Khopkar, S M,1990).
                  Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan kation anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida dan isodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa organik pula ditentukan dengan mudah secara grvimetri. Contoh-contohnya antara lain: penentuan kadar laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar, nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara yang paling banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia.
                                                                                                      (Rivai, 1994)
                  Metode Gravimetri untuk analisis kuantitatif didasarkan pada stoikiometri reaksi pengendapan, yang secara umum dinyatakan dengan persamaan:
      a A + p P → A a P p
“a” adalah koefisien reaksi setara dari reaktan analit (A), “p” adalah koefisien reaksi setara dari reaktan pengendap (P) dan AaPp adalah rumus molekul dari zat kimia hasil reaksi yang tergolong sulit larut (mengendap) yang dapat ditentukan beratnya dengan tepat setelah proses pencucian dan pengeringan. Penambahan reaktan pengandap P umumnya dilakukan secara berlebih agar dicapai pengendapan yang sempurna
                                                                  (Day N Dan A L Underwood, 1986).

                  Gravimetri merupakan penetapan kuantitas atau jumlah sampel melalui prhitungan berat zat. Sehingga dalam gravimetri produk harus selalu dalam bentuk padatan (solid). Alat utama dalam gravimetri adalah timbangan dengan tingkat ketelitian yang baik. Dalam reaksi pembentukan endapan, dimana endapan merupakan sampel yang akan dianalisis, maka dengan cermat kita dapat memisahkan endapan dari zat-zat lain yang juga turut mengendap. Pencucian endapan merupakan tahap selanjutnya, proses pencucian umumnya dilakukan dengan menyaring endapan, dilakukan dengan membilasnya dengan air. Tahap akhir dari proses ini adalah memurnikan endapan, dengan cara menguapkan zat pelarut atau air yang masih ada di dalam sampel, pemanasan atau pengeringan dalam oven lazim dilakukan. Akhirnya penimbangan sampel dapat dilakukan dan hasil penimbangan adalah kualitas sampel yang dianalisis                                                                                 (Hardjadi, W, 1993).
                  Dalam gravimetri, endapan biasanya dikumpulkan dengan penyaringan cairan induknya melalui kertas saring atau alat penyaring kaca masir. Kertas saring yang digunakan dalam gravimetri terbuat dari selulosa yang sangat murni sehingga jika dibakar hanya meninggalkan sisa abu sangat sedikit. Selain dengan penyaringan, endapan dapat pula dipisahkan dengan cara pengenap-tuangan. Dengan cara ini, endapan yang berada dalam cairan induknya diendapkan beberapa saat, kemudian cairan bagian atasnya dituangkan kedalam wadah lain. Pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang sampai semua cairan terpisah dari endapan                        (Rivai, 1994).
                  Pengendapan dilakukan sedemikian rupa sehingga memudahkan proses pemisahannya, misal: Ag diendapkan sebagai AgCl, dikeringkan pada 130ºC, kemudian ditimbang sebagai AgCl atau Zn diendapkan sebagai Zn (NH4)PO4.6H2O, selanjutnya dibakar dan ditimbang sebagai Zn2P2O7. Aspek yang penting dan perlu diperhatikan pada metode tersebut adalah endapannya mempunyai kelarutan yang kecil sekali dan dapat dipisahkan secara filtrasi. Kedua, sifat fisik endapan sedemikian rupa sehingga mudah dipisahkan dari larutannya dengan filtrasi, dapat dicuci untuk menghilangkan pengotor, ukuran partikelnya cukup besar, serta endapan dapat diubah menjadi zat murni dengan komposisi kimia tertentu                                         (Khopkar, S M,1990).

                  Untuk dapat dipisahkan sebagai endapan yang kemudian dikeringkan dan ditimbang, maka pereaksi yang dipilih harus membentuk endapan yang sukar larut (Ksp kecil) dan dapat dipisahkan dengan penyaringan. Ukuran partkel endapan harus sedemikian rupa sehingga mudah dipisahkan dengan penyaringan, mudah dicuci untuk menghilangkan pengotornya, serta dapat diubah menjadi zat murni dengan komposisi kimia tertentu.
                  Pada umumnya kelarutan suatu padatan akan bertambah dengan bertambahnya temperatur, sehingga proses pengendapan dilakukan dalam keadaan panas ketika kelarutan endapan cukup besar. Reagen pengendap ditambahkan pelan-pelan dengan pengadukan yang teratur. Mula-mula akan terbentuk partikel yang berperan sebagai pusat pengendapan. Ukuran endapan akan bertambah besar dengan bertambahnya reagen pengendap.
                                                                              (Hardjadi, W, 1993).


III.             Prosedur kerja
3.1  alat dan bahan
a.       alat


·         gelas beaker
·         penangas air
·         lampu bunsen
·         tabung reaksi
·         neraca/ timbangan

·           pengaduk
·           termometer
·           gelas arloji
·           kertas saring
·           corong
·           filter


b.      bahan


·           aquades
·           NaOH
·           HNO3 6 M
·           AgNO3 0,5 M
·           Indikator metil merah
·           HCl 6 M












·           (NH4)2HPO4
·           NH3
·           ­asam tartrat
·           Ammonia
·           Dimetilglikosin
·           Ni(C4H7O2H2)2
·           Etanol




3.2  skema kerja
a.        penetuan nikel secara gravimetri
 


dimasukan dalam gelas beaker
ditambahkan 150 mL air
dipanaskan hingga mendidih
ditambah 30 mL asam tartrat 15% dan ammonia
diasamkan dengan HCl
dipanaskan 60-80°C
dipanaskan, ditambah 20 mL dimetil glioksim 1%
ditambah 6M ammonia, ditambah 1-2 mL
dipanaskan 30-60 menit, dinginkan
disaring, dicuci.
Dikeringkan pada 110°C
Ditimbang
diamati
Hasil
 
 



b.      Penetuan Mg2+ dalam air dan air limbah
 


Dimasukan dalam gelas beaker
Ditetesi 2-3 tetes indikator MM
Diasamkan dengan HCl 6M
Ditambah 10 Ml (NH4)2HPO4 30%
Diaduk
Ditambah NH3 diaduk 5 menit
Ditambah 5 mL NH3 lanjut aduk 10 menit
 

Ditunggu dan dibiarkan semalam
Dipisahkan endapan NH3 5%
Dilarutkan dalam 50 mL HCl 10%
Disaring
Dipanaskan 500oC dilanjutkan 1100oC
diamati
Hasil
 
 



c.      
0,4 gram sampel
 
Penetuan klorida terlarut secara gravimetri
 

Dimasukan dalam gelas beaker
Ditambah 150 mL dan 1 mL HNO3 6M
Diaduk hingga larutan sempurna
Ditambahkan 20 mL AgNO3 0,5 M pada masing-masing
Diletakna kaca arloji  pada masing-masing
Dipanaskan, dibiarkan suhu 10 menit (± mendidih)
Ditimbang 3 kertas saring, dilipat, ditarok di corong
Dibasahi
Dituang endapan dan air hangat pada kertas
Dituang 5 mL aquades 3x
Ditambah 5 mL aseton pada kertas saring
Ditarok kertas saring pada arloji, disimpan
Ditimbang endapan
Dicatat hasil
Hasil
 
 



IV.             Hasil dan pembahasan
4.1  Hasil
Penentuan Ni dalam ferronikel secara gravimetri
no
Massa (g)
Percobaan 1
Percobaan 2
Percobaan 3
1
Sampel
Nikel
Mg2+
AgCl2
2
Kertas saring
1,084 g

1,04 g
3
Kertas saring+ AgCl
Kertas saring + Ni = 1,089 g

1,428 g
Perhitungan
Diketahui:       berat endapan = 1,428 g
                        Mr AgCl          = 143,32 g/mol
                        Berat Cl           = 0,388 g
                        Ar Cl               = 35,45 g/mol
kadar Ni dalam sampel
diketahui:        berat endapan              = 1,089 g
                      Mr Ni(C4H7O2H2)2      = 288,92
                      Berat Ni                      = 0,005 g
                      Ar Ni                           = 58,71


4.2  pembahasan
            analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Menurut rivai (1994) gravimetri merupakan jumlah zat diperiksa dengan cara penimbangan hasil reaksi pengendapan, dalam metode ini jumlah zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (pengotor).
            Dalam analisa gravimetri penentuan nikel jumlah nikel dalam ferronikel secara gravimetriini bertujuan untuk (1) Menetukan nikel secara alami dengan gravimetri (2)Menetukan Mg2+  dalam air dan timbal (3)Menetukan klorida terlarutr secara gravimetri.
1.      Penentuan Nikel secara gravimetri
Pada praktikum ini, sampel nikel dilarutkan dalam air ± 150 mL dan dipanaskan, ditambahkan HCl, penambahan asam klorida ini bertujuan untuk mengasamkanlarutan, agar larutan tidak langsung terbentuk endapan.
Reaksinya:
            Ni + 2HCl                   Ni2+ + 2Cl- +H2

Selanjutnya sampel yang telah ditambah HCl, dipanaskan sampai suhu ± 60-80°C, kemudian ditambahkan H­2DM6 dimetil glioksim yang berfungsi agar terjadi pengendapan dan H­2DM6 yang dipakai adalah yang 1 %.
            Dimetil glioksim (H­2DM6) adalah senyawa organik padat berwarna putih yang sukar larut dalam air tapiu larut dalam pelarut organik pada umumnya, seperti alkohol dan aseton. Ni(H­DM6)2 larut dalam suasana asam, dan larut dalam alkohol >50 %.
            Pemanasan larutan 60-80°C ini bertujuan untuk meningkatkan suhu larutan sehingga dengan suhu yang panas dan kondisi larutan yang  asam diharapkan agar mendapatkan hasil endapan maksimal. Penambahan dimetil glioksimperlu dilakukan dengan hati-hati, karena pada saat penambahan harus sedikit berlebih , tetapi juga tidak bisa terlalu berlebih. Penambahan yang terlalu berlebih dikhawatirkan justru akan menghasilkan endapan DMG yang tidak akan larut dalam air. Kristal yang terbentuk ini dapat bercampur dengan endapan, maka berat endapan jauh lebih besar dari seharusnya. Penamabahan dimetil glioksim ini akan membentuk kompleks dengan nikel membentuk Ni(DMG)2.
Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah:
            DMG + Ni2+                 Ni(DMG)2
Penambahan ammonia 6 M, bertujuan untuk membentuk suatu netral dalam larutan (bersifat basa), dan sedikit berlebih agar beralih menjadi basa, karena untuk memperoleh endapan Ni(DMG)2 akan mengendapsempurna pada basa. Setelah itu larutan tersebut dipanaskan lagi untuk melihat endapan yang terbentuk, endapan berwarna dan endapan untuk membebaskan ion-ion yang terkadung seperti ion Cl- sehingga dicuci dengan H2O.
            Enadapan yang masih basah perlu dikeringakn (menguapkan sisa-sisa air atau senyawa di dalamnya) dengan pengovenan pada suhu tinggi. Berdasarkan hasil percobaan , diperoleh massa hasil endapannya yakni dengan kertas saring 1,689 g, sehingga endapan Ni(DMG)2 adalah 0,005 g, namun 0,005 g disini adalah endapan Ni(DMG)2 dengan pesentase kadar Ni adalah 4, 356 %.
            Percobaan kedua yaitu penetuan Mg2+ dalam air dan air limbah magnesium diendapkan sebagai Mg NH4PO4 6H2O dengan mengguanakan (NH4)PO4 30 % sebagai presepitan kelantan endapan dalam lautan netral (air murni) relatif tinggi: pengendapannnya tidak begitu selektif, sehingga perlu dilakuakan pemisahan pendahuluan Mg dari zat yang mungkin menggangu, pada percobaan larutan perlu diasamkan dengan HCl sebelum dilakukan penambahan presepitan agar Mg NH4PO4 6H2O tidak mengendap ketika presepitan mula-mula diendapkan.
Dalam percobaan ini indikator yang digunakan adalah metil merah, sebab perubahan warna indikator tersebut, yang terjadi kira-kira pada pH 6,3. Percobaan kedua ini, dimana menentukan Mg2+ dalam air dan air limbah tidak dilakukan, karena percobaan adanya banyak kesalahan, salah di alat maupun bahan yang digunakan.
            Percobaan ketiga yaitu penentuan klorida terlarut secara gravimetri, pada percobaan ini sampel yang digunakan adalah natrium klorida. Sampel NaCl yang digunakan berbentuk padatan, sehingga perlu dilarutkan dalam akuades, pelarutan ini bertujuan agar  mempermudah proses reaksi,  karena apabila NaCl masih berbentuk padat, maka akan menyulitkan untuk memperoleh klorida yang diinginkan. Pelarutan ini dilakukan hingga larutan NaCl homogen.
            Pada larutan NaCl ditambah dengan asam nitrat atau HNO3 tujuannya adalah untuk menjadikan suasana larutan menjadi asam, karena jika suasananya asam, maka endapannya dapat terlihat, sedangkan tidak pada keadaan basah, karena justru akan meningkatkan kelarutan AgCl (enadapan yang terbentuk dari reaksi NaCl dan AgNO3) sehingga larutannya harus dalam keadaan asam. Sementara itu, penambahan AgNO3, akan menjadi terbentuknya endapan berwarna putih dari AgCl (larutan lewat jenuh).
            Hal itu terjadi karena adanya penambahan AgNO3 dan HNO3 yang berasala dari ion yang sama yaitu NO3 sehingga dapat memberikan efek padatan klorida yang ada dalam larutan akuades yaitu akan mengurangi kelarutan dari endapan klorida yakni AgCl.
            Pada perlakuan ini, rekais yang terbentuk adalah:
            Ag+  (aq) + Cl- (aq)                  AgCl (s)
Pada proses penentuan klorida ini, larutan perlu dijauhkan dari sinar matahari langsung. Hal ini bertujuan agar bahan-bahan pada larutan maupun endapan tidak  terurai, karena perak klorida (AgCl) sangat peka terhadap cahaya dimana pada reaksinya dapat terurai menjadi Ag+ dan Cl- . pada percobaan larutan harus dipanaskan (hangat) dan tidak boleh sampai mendidih, setidaknya muncul gelembung. Tujuaan pemanasan adalah agar mempercepat terjadinya reaksi, sehingga proses pengendapan juga lebih cepat. Endapan dapat diperoleh dengan cara penyaringan, penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan endapan dan cairannya.
            Sebelum dituangkan, dibasahi terlebih dahulu kertas saring dengan larutan tersebut agar pori-pori kertas saring terbuka , pada penyaringan didapatkan NaNO3 dan endapan AgCl dapat dipisahkan. Endapan AgCl ini kemudian dicuci dengan akuades dan dilanjutkan dengan aseton, tujuannya untuk membersihkan pengotor pada endapan. Endapan yang sudah dicuci dikeringkan dengan cara didiamkan selama ± 24 jam pada ruang yang gelap, karena AgCl sangat peka terhadap cahaya. Pendiaman ini bertujuan untuk menghilangkan sisa air atau senyawa lain yang masih terkandung. Sehingga dapat diperoleh endapan AgCl murni pada kertas saring. Percobaan dilakukan secara 3 kali ulangan agar didapatkan rata-rata percobaan. Makan peroleh endapan rata-rata yaitu dengan kertas saring 1,428 dan apabila dikurangi kertas saring adalah 0, 388 g,  dan kadar persentase Cl- yang diperoleh adalah 90,9 %.




V.                Kesimpulan dan saran
5.1  Kesimpulan
            Kesimpulan yang didapat dari percobaan sesuai dengan tujuan adalah:
1)      Gravimetri adalah metode analisis kuantitatif unsur senyawa berdasarkan bobot murninya.
2)      Menentukan Ni dalam sampel dengan mengendapka ion nikel yang ada pada ferronikel denga dimetil glioksim sebagai reagen pengendapan. Diperoleh bobot Ni adalah 0,005 g dengan kadarnya 4,356 %.
3)      Menetapkan Mg2+ daalam air dan limbah, digunakan reagen pengendapannya adalah (NH4)2 HPO4 30 %, pada percobaan gagal ada endapan.
4)      Menetapkan kadar Cl terlarut dengan reagen pengendapannya adalah AgCl2. Pada percobaan bobot klorida murni adalah 0,388 g dan persentase kadarnya adalah 90,9 %.

5.2  saran
                                    saran yang didapat dalam percobaan  yaitu, diantaranya                               praktikan seharusnya lebih teliti dalam pengkajian percobaan agar                                kegagalan dalam praktikum diminimalisir praktikum juga                                      seharusnya memahami agar percobaan lebih sesuai dan efektif.


Daftar pustaka

Day, N Dan A L Underwood. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi                             Kelima. Jakarta: Erlangga.
Hardjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
Khopkar, S M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Rivai, H. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan                           Semi Makri Edisi II. Jakarta: Kalman Media Pustaka.



LAMPIRAN

Pertanyaan pasca praktikum:
Bagian I
1.      apa syarat pereaksi yang baik untuk analisis gravimetri?
Jawab:
Syarat pereaksi yang baik pada gravimetri
Ø  reagen hanya bereaksi dengan analit dan membentuk endapan
Ø  hanya membentuk satu macam produk dengan analit, dan
Ø  analit mengendap secara kuantitatif, yaitu lebih dari 99,9 %.
2.      Apakah Fe menggangu dalam analisis Ni secara gravimetri?
Jawab:
Menggangu, karena terdapatnya logan Fe dalam analisis Ni secara gravimetri akan menimbulkan pembentukan hidroksida logam yang tidak larut, sehingga menggangu hasil endapan yang diperoleh.

Bagian II
1.      Mengapa prosedur menetukan kandungan Mg2+ dalam sampel tidak lebih dari 60 mg?
Jawab:
Agar percobaan yang dilakukan akurat/ sesuai serta efektif. Jika Mg lebih dari 60 mg dalam sampel. Hal ini susah direaksikan dan membutuhkan volume reagen yang banyak/berlebih.
2.      Mengapa larutan diasamkan dengan HCl, sebelum ditambah dengan reagen pengendap?
Jawab:
Tujuan penambhan HCl adalah agar larutan tidak langsung terbentuk endapan pada awal percobaan, dan juga agar terkontrol pH larutan, serta dapat bereaksi denga reagen pengendap(sesuai dengan sifat reagen pengendap).
3.      Mengap[a ditambah asam basa metil merah ke dalam larutan?
Jawab:
Agar berfungsi sebagai penanda sifat asam, karena pada penambahan NH3 pekat, banyaknya volume yang ditambahkan, melihatdari warna indikator ini, yaitu berwarna merah dari metil merah akan berubah warna, saat NH3 pekat mencapai volume maksimum.
4.      Jelaskan mengapa pembentukan Mg(PO3)2 meningkatkan massa endapan dibanding pembentukan Mg2P2O7 ?
Jawab:
Hal ini dikarenakan perbedaan massa relatif masing-masing senyawa. Mr Mg(PO3)2 adalah 192 g/mol sedangkan Mr Mg2P2O7 adalah 222 g/mol sehingga jika endapan yang terbentuk adalah 2 gram maka perbedaan kadar Mg dapat dilihat sebagai berikut
Ø  Kadar Mg dalam Mg(PO3)2

Ø  Kadar Mg dalam Mg2P2O7